LAPORAN PRAKTIKUM PENYULUHAN PERTANIAN SL-PHT TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) DI KELOMPOK TANI “TANI MAKMUR’’ PONDOKSURUH, BIMOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN
LAPORAN
PRAKTIKUM
PENYULUHAN PERTANIAN
SL-PHT TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
DI KELOMPOK TANI “TANI MAKMUR’’
PONDOKSURUH, BIMOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN
Nama : Wahyu Setyaka
No : 1314/APTA/2012
PROGRAM
STUDI
BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
JURUSAN PRODUKSI
TANAMAN
AKADEMI PERTANIAN YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan inayah-NYA ,tidak lupa sholawat
serta salam kita panjatkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup
yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia karena atas ijinnya saya dapat menyelesaikan laporan praktikum Penyuluhan
Pertanian yang
berjudul “SL-PHT Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)di Kelompok
Tani “TANI MAKMUR’’PONDOKSURUH, BIMOMARTANI,
NGEMPLAK, SLEMAN’’.
Laporan ini disusun menenuhi tugasa mata kuliah dasar-dasar
ilmu lingkungan ,tidak lupa saya ucapkan banyak terima kasih kepada :
1.
Ibu Ir Supriyati MP.
2.
Semua
rekan-rekan semester 4.
Saya menyadari dalam
pembuatan laporan ini masih jauh dari kata kesempurnaan, sehingga segala kritik serta saran untuk menyempurnakan laporan ini saya sangat harapkan, akhir kata
semoga laporan ini dapat berguna bagi
pembelajaran bagi siapa saja yang membacanya.
Yogyakarta, 04 Juni 2014
Penyusun
MATERI SL-PHT TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
A.
Pengertian
SL-PHT
Sekolah Lapangan
(SL) adalah salah satu bentuk pendidikan informal, yang ruang kelas dan
laboratoriumnya adalah pertanaman yang dibudidayakan oleh kelompok tani atau
peserta pelatihan. Sekolah lapangan diselenggarakan selama satu musim tanam
dengan jumlah pertemuan 12 – 18 kali.
Waktu pertemuan dapat dilakukan dua kali per minggu atau satu kali per minggu
atau berdasarkan kesepakatan antara pemandu lapangan (pelatih) dengan peserta
pelatihan. Sekolah lapangan dipandu oleh seorang pemandu lapangan atau petani
pemandu yang telah mengikuti pelatihan bagi pelatih (Training of Trainers/ TOT). Peserta pelatihan pada sekolah lapangan
adalah petani yang membudidayakan tanaman yang sama yang terletak pada satu
hamparan dan tergabung dalam kelompok. Jumlah peserta pelatihan dalam satu
kelompok sekolah lapangan berkisar antara 5 – 25 orang petani. Fokus
pelaksanaan sekolah lapangan adalah alih teknologi praktek budidaya yang baik,
khususnya pada pengelolaan tanaman dan analisis agroekosistem.
Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara berfikir mengenai
pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan pendekatan ekologi yang
bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan
memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan
koordinasi pengelolaan (Smith 1978). Karena PHT merupakan suatu sistem
pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang
biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting.
Ada beberapa
faktor yang mendorong penerapan PHT secara nasional, terutama dalam rangka
program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Beberapa faktor
yang mengharuskannya PHT pada tanaman sayuran adalah seperti dinyatakan dalam
uraian berikut ini:
1.
Kegagalan
pengendalian hama Adiyoga et al. (1997) melaporkan bahwa 63-93% petani di
Kabupaten Brebes melakukan penyemprotan pestisida secara rutin 3-7 hari sekali
untuk mencegah serangan OPT dan kegagalan panen pada tanaman cabai merah.
Hampir semua petani melakukan pencampuran 2 - 4 macam pestisida. Meskipun demikian, petani mengakui bahwa penggunaan pestisida intensif
tersebut tidak selamanya
berhasil, sehingga konsentrasi pestisida yang digunakan ditingkatkan. Kebiasaan
tersebut memacu timbulnya hama yang tahan terhadap insektisida seperti yang dilaporkan
oleh Moekasan (1998), yaitu bahwa hama ulat bawang asal Brebes telah tahan
terhadap formulasi insektisida Profenofos, Lufenuron, dan Bacillus
thuringiensis. Hendrik (1990) juga melaporkan bahwa ulat grayak di Kabupaten
Brebes telah tahan terhadap insektisida golongan Organofosfat, Piretroid
sintetik, dan Karbamat.
2.
Kesadaran
akan keamanan pangan Dalam beberapa tahun terakhir, masalah keamanan pangan
sudah menjadi masalah global, terutama di negara-negara maju seperti Amerika
dan negara- negara di Eropa (Adu-Nyako dan Thompson 1999). Di Amerika Serikat
hal itu telah mengundang perhatian pemerintah dan pihak swasta dalam usaha
mengurangi gangguan kesehatan akibat konsumsi makanan. Salah satu upaya yang
ditempuh adalah dengan mengubah beberapa peraturan mengenai residu pestisida
pada makanan segar dan olahan (Batie et al. 1999). Di negara Eropa konsumen
menuntut pelabelan "bebas residu pestisida" pada komoditas sayuran
dan buah-buahan segar (Sook-Eom 1994). Di Amerika penerapan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) telah dipercaya dapat menurunkan residu pestisida tanpa
mengurangi kuantitas dan kualitas produk pertanian, terutama sayuran dan buah-
buahan. PHT dianggap lebih aman dan murah dibandingkan dengan cara budidaya
secara konvensional. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika hasil survai
mengenai konsumen menunjukkan bahwa lebih dari 70% konsumen mau membeli produk
PHT meskipun harganya lebih mahal sampai 10% di atas harga produk non-PHT
(Govindasamy et al. 1998). Di Indonesia kepedulian konsumen akan produk
pertanian yang aman sudah mulai tampak. Hasil penelitian Ameriana (2004)
mengenai konsumen buah tomat di Jawa Barat menunjukkan bahwa sekitar 60%
responden bersedia membayar lebih mahal 12,5 - 200% untuk tomat yang berlabel
aman dari residu pestisida.
3.
Kebijakan
pemerintah Masalah keamanan pangan secara global tidak hanya dikaitkan dengan
masalah kesehatan, tetapi juga masalah ekonomi dan politik. Agar tidak tersisih
dari persaingan global, Indonesia harus memberikan perhatian yang lebih serius
untuk membangun sistem keamanan pangan. Untuk itu diperlukan praktik budidaya
yang lebih berwawasan lingkungan. Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman dinyatakan bahwa perlindungan tanaman ditetapkan dengan
sistem PHT, dan pelaksanaannya merupakan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat. Dengan demikian perlindungan tanaman sayuran juga harus
dilaksanakan dengan sistem PHT.
Prinsip-prinsip PHT Penerapan dan pengembangan PHT dilandasi oleh empat
prinsip dasar sebagai berikut :
1.
Budidaya
tanaman sehat Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam
program pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan
terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat
serangan hama dan penyakit tersebut. Oleh karena itu, setiap usaha dalam
budidaya tanaman paprika seperti pemilihan varietas, penyemaian, pemeliharaan
tanaman sampai penanganan hasil panen perlu diperhatikan agar diperoleh
pertanaman yang sehat, kuat dan produktif, serta hasil panen yang tinggi.
2.
Pemanfaatan
musuh alami Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang potensial
merupakan tulang punggung PHT. Dengan adanya musuh alami yang mampu menekan
populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi
antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak melampaui
ambang toleransi tanaman.
3.
Pengamatan
rutin atau pemantauan Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di
dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti
perkembangan populasi hama dan musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi
tanaman, harus dilakukan pengamatan secara rutin. Informasi yang diperoleh
digunakan sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan.
4.
Petani
sebagai ahli PHT Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem
setempat. Rekomendasi PHT hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri. Agar
petani mampu menerapkan PHT, diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui
pelatihan baik secara formal maupun informal.
|
|
||||||||||||||
|
|
Gambar 27. Hubungan antara pemantauan, pengambilan keputusan, dan tindakan
dalam pelaksanaan PHT.
Hal-hal yang diperlukan untuk penerapan PHT Berdasarkan
prinsip-prinsip yang telah dikemukakan, maka untuk penerapan PHT diperlukan
komponen teknologi, sistem pemantauan yang tepat, dan petugas atau petani yang
terampil dalam penerapan komponen teknologi PHT.
B.
Pengamatan
Agroekosistem I senin tanggal 20 Mei 2014
1.
Melihat
cuaca saat pengamatan berlangsung (hujan/cerah/berawan/cerah berawan).
2.
Keadaan
tanah (kering/basah/tergenang air).
3.
Keadaan
sekitar tanaman (gulma/hama/tanaman terserang virus).
4.
Melakukan
pengamatan sebanyak 10 tanaman, terbagi kedalam 5 plot.
Gambar Plot yang diamati per kelompok
Keterangan :
K1: Kelmpok 1
K2: Kelmpok 2
K3: Kelmpok 3
K4: Kelmpok 4
K5: Kelmpok 5
C.
Budidaya
Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
1.
Pembibitan
cabai merah
Bibit yang baik adalah tanaman sehat
dan dari benih yang jelas dan sudah bersertifikat. Sebaiknya bibit yang dipakai
tidak membeli dipasaran akan tetapi membibitkan sendiri dengan membeli benih di
toko pertanian dan menyemainya di polybag kecil. Dengan pertimbangan mengetahui
karakteristik tanaman dengan melihat keterangan pada label pembungkus benih. Tahapan
pembibitan antara lain:
a. Benih cabai dikering anginkan sebentar(15menit) agar
mudah menyerap air saat berkecambah.
b. Benih direndam air hangat 500 C untuk
mengetahui benih yang jelek, kemudian membuang benih yang mengapung dan
melayang diair.
c. Mengambil kertas bekas yang telah lembab (dibasahi air)
untuk memeram benih cabai.
d. Benih cabai di masukkan kedalam kertas lembab, diletakkan
dalam nampan dengan posisi kemiringan 150 guna menghindari benih
tergenang air (mudah terserang jamur/busuk). Diamati setiap hari bilamana sudah
keluar calon akar cabai (ujung biji keluar tunas warna putih) pertanda siap
untuk di semai kedalam polybag.
e. Media persemaian yakni campuran antara pupuk kandang
dengan tanah 3:1, agar kondisi media tetap gembur sehingga tidak menyulitkan
saat melakukan transplanting.
f. Benih yang telah disemai ditempatkan pada sungkup, untuk
menjaga kelembaban, mengurangi penguapan, menjaga dari serangan hama penyakit
tanaman.
Gambar sungkup
untuk tanaman cabai.
2. Pengolahan Lahan Tanaman Cabai
Pengolahan lahan yang baik adalah 2
kali pembajakan, sekali penggaruan. Untuk mengurangi gulma pada lahan dan membersihkan
jerami (jika lahan bekas tanaman padi). Jerami dapat menjadi penambah unsur
hara K, akan tetapi dengan catatan jerami terdekomposisi dengan baik. Jerami
yang belum matang menyebabkan temperatur naik (panas), dapat menyebabkan busuk
batang.
3. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya cabai:
a. Pupuk dasar organik yang sudah matang ± 3-4 ton/ha.
b. Lahan tanaman cabai hendaknya di beri tanaman barrier
(serai).
c. Untuk menghindari serangan virus gemini, lahan tersebut
distrerilkan dari gulma wedusan. Karena gulma wedusan adalah vektor/pembawa
dari virus gemini.
d. Sanitasi lahan diperhatikan untuk menghindari layu
fusarium.
e. Usahakan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan
pestisida. Penggunaan POC sangat dianjurkan mengingat petani juga beternak kambing
dan sapi. Semakin kecil hewan (ruminansia) makin baik, seperti kelinci.
Pertanyaan dari petani :
1.
Nilai
pH juga salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman cabai, bagaimana cara mengukur pH tanah?
Jawab:
Untuk pengukuran pH ada beberapa cara:
a.
Kertas
lakmus
b.
Stick
pH
c.
pH
meter
d.
indikator
kunyit, untuk ukuran petani cara ini cocok karena sederhana dapat mengetahui
lahan asam/basa.
Caranya:
1)
Dengan
mengambil kunyit ukuran jari telunjuk.
2)
Memotong
menjadi 2 bagian.
3)
Bekas
bagian yang telah dipotong ditancapkan ke dalam tanah (kondisi tanah basah),
kemudian didiamkan selama 30 menit.
4)
Mengamati
potongan kunyit tadi.
a)
Jika
bekas potongan yang ditancapkan ditanah tadi berubah warna menjadi ungu / tidak
orange lagi, mka disimpulkan tanah tersebut basa.
b)
Jika
bekas potongan warna orange pudar mendekati putih, maka disimpulkan tanah
tersebut asam.
c)
Jika
bekas potongan warna orange tetap cerah, disimpulkan tanah tersebut pH netral
(baik).
2.
Bagaimana
cara mengantisipasi agar tanaman cabai terhindar dari pathek/Antraknosa?
Jawab:
a)
Menjaga
lahan agar tidak terlalu lembab / becek.
b)
Membersihkan
lahan dari gulma.
c)
Melakukan
pewiwilan pada tanaman yang rimbun, merompes tunas air
3.
Bagaimana
cara melakukan pewiwilan/perompesan tunas air pada tanaman cabai?
Jawab:
Pewiwilan dilakukan mulai ketiak daun terbawah, sampai
percabangan sekunder, tersier. Tidak semua dirompes sampai bagian atas, karena
mengingat dapur dari tanaman daun. Usahakan untuk tidak melukai batang pokok.
4.
Mengapa
tanaman barrier dipilih tanaman serai?
Jawab: Karena menurut peneliti tanaman serai memiliki
aroma yang tidak disukai oleh hama, selain itu tanaman tersebut dapat dipanen
sehingga menambah penghasilan petani
5.
Bagaimana
membuat POC dari fermentasi urine ternak?
Jawab:
a)
Urine
kambing / kelinci / sapi 10 ℓt dicampur tetes tebu 10 tutup botol aqua.
b)
Difermentasi
selama 10 hari, ditutup (anaerob).
c)
Penggunaan
1 tangki 14ℓt diberikan POC ± 50 ml, sebaiknya memakai air sumur (tawar).
6.
Apa
manfaat dari pewiwilan tunas air, bukankah dari tunas air tersebut akan berbuah
cabai juga?
Jawab: Memang tunas air akan menghsilkan bunga akan
tetapi lama dan mengurangi pertunasan (bunga) bagian atas. Tunas air menambah
rimbun tanaman cabai ini akan berpeluang menjadi inang hama penyakit tanaman.
Jika tanaman terlalu rimbun biasanya fase generatifnya tidak maksimal karena
tanaman memfokuskan ke fase vegetatifnya.
7.
Bunga
cabai sering kali rontok, apakah penyebabnya?
Jawab: banyak faktor yang berpengaruh seperti: suhu,
nutrien, air.
a)
Saat
berbunga kondisi tanah kering.
b)
Pemberiaan
perangsang bunga terlalu banyak.
c)
Kurangnya
unsur hara P, K.
8.
Lahan
di daerah sini sering ngetuk (keluar air dan mengandung Fe) bagaimana cara
menanggulanginya?
Jawab: Dengan mengeringkan lahan selama 3-5 hari, mengurangi
penggunaan pupuk urea.
Comments
Post a Comment